The Jakarta's Life
Liburan semester 6 kali ini, saya pergi ke Jakarta untuk Kerja Praktek pada perusahaan receiver parabola milik saudara saya selama kurang lebih 1 bulan..
Awalnya, saya agak bimbang karena harus meninggalkan Surabaya, keberangkatan tanggal 9 Juli ini sangar dekat dengan jadwal puasa pada tanggal 20 Juli yang dimana toko keluarga kami sedang ramai-ramainya. Saya tidak bisa meninggalkan toko begitu saja, biasanya saya juga ikut membantu menjaga toko ketika berada di Surabaya.. Papa dan mama sudah tua dan saya tidak tega melihat mereka Non-Stop menjaga toko dari pagi - malam. Bimbang antara harus memilih orang tua dan karier pribadi..
Tiap hari, saya bangun sekitar pukul 8 pagi. Sedikit kesiangan tampaknya karena jam kerja kantor saya yang dimana jam masuk kantor adalah 8.30 pagi. Ketika bangun pagi, saya langsung masuk kamar mandi untuk mempersiapkan diri. Jujur, saya di Jakarta saat ini menginap di rumah ai saya di kawasan Puri Indah. Berbeda dengan di rumah sendiri, di Jakarta saya sungkan untuk berlama-lama di kamar mandi. Biasanya, setiap pagi ketika di rumah, saya selalu meminta kamar mandi selama kurang lebih 30 menit untuk buang air dan tambah 10 menit untuk mandi. Jadi di kamar mandi sekitar 45 menitan.. =D Nah kalau di Jakarta, saya harus cepet-cepet keluar kamar mandi max 15 menit lah.. Hal ini membuat sistem pencernaan saya sedikit tertahan dan tidak lancar.. Biasanya, saya di kantor juga buang air =D
Kemudian setelah siap, saya berangkat bekerja. Walau kantor itu milik saudara saya dan ada saudara saya juga yang bekerja disana, saya berusaha untuk mandiri berangkat sendiri ke kantor menggunakan jasa layanan OJEK. Berbeda dengan di Surabaya, populasi tukang ojek sangatlah banyak dan bisa diliat di hampir sudut jalan. Ada sebuah pengalaman yang saya rasakan ketika menggunakan jasa ojek untuk beberapa hari awal di Jakarta dan atas dasar ini, saya ingin membagikan kepada kalian mengenai gambaran sisi lain dari Jakarta.
Hari pertama ketika saya dijemput tukang ojek, waktu sih menunjukan pukul 8.30 lebih. Untuk ke kantor sebenarnya tidak memerlukan waktu yang lama cukup sekitar 10 menitan (KALO GA MACET) soalnya lewat jalan tikus sih. Maklum di Jakarta, macet hampir bisa dilihat dimana-mana dan hampir di sudut kota ketika jam sibuk. Walau benernya Surabaya ya macet, tapi di Jakarta macetnya lebih parah lagi. Hal ini benernya ya biasa aja sih namanya berkendara harus mau kena resiko macet, tapi kondisi jalan yang sangat tidak nyaman mungkin membuat orang-orang 'naik darah' ketika macet.
Pak Ojek jemput saya jam 8.30 lebih, saya langsung naik ke motornya. Motor pak Ojek ini *KRISNA-EKS* tapi sudah beset dan stiker nya udah ga ada. Sedikit 'glek' awalnya. Naik motor saya tanya, "pak ga ada helm ?" Dengan santai pak ojek bilang "Gapapa deh naik aja". Okay saya langsung naik ke motor dan mulai menunju kantor.
Skill dari Pak Ojek sangatlah tinggi dalam menyetir sepeda motor. Selain jago mencari celah, Pak Ojek juga sodok 'ngawur' dalam hal berkendara. Ngerem mendadak menjadi hal biasa selama naik ojek. Walau jalan sempit, macet, dan berbelok-belok, Pak Ojek selalu mengantarkan saya dengan ngebut. Padahal, saya sendiri juga ga pengen cepet-cepet sampai kantor. Akhirnya saya sampai di kantor dan memulai aktivitas saya berkantor.
Jam 12.00 merupakan jam makan siang di kantor saya, saya benernya paleng seneng pada saat jam makan siang karena capek duduk. Ketika jam makan siang, saya diajak temen-temen kantor makan diluar kantor tapi masih di sekitar kantor. Temen kantor ngomong "Ndre, mau ikutan makan Pecel Ayam ?". Dengan lantang saya menjawab "Ya ce" karena saya suka makan Nasi Pecel + Ayam Goreng kalau di Surabaya.
Sampai di warung, saya menengok-nengok tempat ibu penjual.. Tak liat-liat atau istilah jowo e tak pentelengi, ga ada sayuran seperti kacang panjang, kecambah, bumbu pecel, seperti nasi pecel pada umunya. Saya coba keluar warung, baca-baca spanuk menu sambil liat gambar e,
PECEL LELE (Nasi + Lele Goreng + Lalapan + Sambel)
PECEL AYAM (Nasi + Ayam Goreng + Lalapan + Sambel)
Trus tak tanyai orang kantor, "Lho, ini pecel ayam beda e apa sama ayam penyet ?" Jawab e orang kantor sangatlah simpel, "Kalau ayam penyet kan ayam nya sama sambel dicampur, kalo pecel ayam, sambelnya DIPISAH". Langsung di dalam hati, aku langsung mengucapkan bahasa khas Surabaya sambil geleng-geleng. Ternyata, dari sini saya belajar bahwa orang Jakarta bilang kalau Pecel Ayam diambil dari nama Pecel Lele yang biasa ditemui di Jawa katanya (koyok Jakarta iki duduk Jowo ae). Sedikit swt tapi ya wes saya anggap itu okay lah. Abis makan, saya langsung mules karena sambelnya agak aneh dan ga biasa. Beda dengan sambel di rumah bikinan mbok.. =D Jadi sedikit homesick karena makanan di daerah kantor yang ga berapa enak beda dengan makanan rumah yang selalu melimpah. Dari situ, saya cerita ai, dan kemudian tiap hari saya dibawain bekal layaknya anak sekolahan.. =D
Pulang kerja jam 16.30, Pak Ojek menunggu saya di bawah karena sudah janjian via sms setiap hari kalau minta antar/jemput. Karena tadi pagi ga bawa helm, saya pulangnya juga ga pake helm. Sedikit was-was karena ga pake helm dan liat cara nyetir pak ojek, tapi mau gimana lagi ga ada yang mau anterin pulang selain dia. Karena ga bawa helm (Kegelisahan 1), pak ojek mengajak saya untuk memasuki gang-gang kecil di kawasan kampung di deket kantor. Menerobos kampung-kampung dengan ngebut dan hampir nabrak arek kecil (Kegelisahan 2), lanjut dengan melewati jalan yang belum jadi dengan ngebut. Jalan'e cuman batu-batu tajam dan pak Ojek ga mengurangi kecepatan 50km/jam (Kegelisahan 3). Lepas dari sana, saya mulai senang karena lewat jalan besar, tapi Pak ojek tidak demikian karena saya ga pake helm, dia nekad menerobos trotoar yang agak tinggi (Kegelisahan 4). Trotoar di Jakarta, ga semulus di Surabaya, karena banyak dilewati motor, trotoar pun jalannya rusak. Selain itu, jalan di sekitar trotoar banyak pepohonan dan membuat saya was-was kalo ketabrak pohon (Kegelisahan 5). Pak ojek walau melewati keadaan demikian, dia tetap maju dan tidak mengurangi kecepatannya (Kegelisahan 6). Hal seng tak pikirno pada saat itu, "PAK TOLONG MANDEK O AKU WEDI GAK GAWE HELM NGELUNDUNG. WANI LEWAT JALAN BIASA AE DUEK E TAK TAMBAHI". Rasa e kudu ngomong koyok gitu pada saat itu.. Tapi pada akhirnya, saya bisa sampe rumah dengan baik dan selamat walau hati penuh dengan kegelisahan. Sempet ngomong sama ai tentang takut naik ojek. Ternyata dia menjawab dengan enteng "Kalau di Jakarta, naek Ojek ya gitu semua tukang ojeknya enak cepet dibanding nyetir mobil sendiri, uez gapapa aman kok". Langsung dalem ati aku kudu moleh ke Surabaya.
Selain seram, kondisi jalanan di Jakarta berbeda jauh dengan Surabaya. Sedikit kritik untuk Jakarta, Jakarta ini jauh ga bersih. Kondisi taman tengah kota pun ga dibersihno dari daun-daunan kering. Jadi orang melihat itu menimbulkan kesan garing dan panas. Jalur hijau pun berganti menjadi halte busway. Sungguh miris padahal sebenarnya Jakarta ini Ibu Kota Indonesia. Lain lagi dengan jalanan kampung di kawasan Bojong dekat kantor. Jalan disini bener-bener jalan yang serem. Selain hanya cukup dilewati sama 2 mobil, jalur ini tidak memiliki pengaman. Pengaman dalam arti salah satu sisi di jalan ini langsung mengarah pada sungai. Pinggir jalan hanya ada tanaman-tanaman liar yang ga beraturan. Menurut saya ini sangat berbahaya kalau misal terjadi tabrakan atau bagaimana orang itu langsung dapat kecebur di sungai. Banyak juga sampah-sampah di daerah sini. Sungguh miris sekali jalanan di Jakarta seperti ini penataanya. Berbeda sekali dengan di Surabaya. Bukan membela kota asal, tapi keadaan di Jakarta bisa dikatakan CARUT MARUT. Harapan kecil saya kepada kota Jakarta, semoga Gubernur terpilih nanti antara Pak FOKE dan Pak JOKOWI bisa menjadikan Jakarta lebih baik dimata turis lokal seperti saya.
Ya elah no comment deh buat ceritanya, kecuali satu ya towh. Mandi 45 mnt?!! 100 dech buat loe!!
BalasHapusiye mandi empat poloh limo minit
BalasHapus