Saya, Warga Negara Indonesia
Sekitar kurang lebih 2 minggu ini, dunia maya Indonesia sedang memiliki 'gacoan' baru yang banyak mendapat sorotan di Indonesia yaitu seorang pengacara 'muda' yang memiliki sebuah ambisi dan semangat menjadi seorang Calon Presiden Indonesia pada tahun 2014.
Sejujurnya, tidak ada yang salah ketika seorang warga negara ingin mencalonkan diri menjadi seorang presiden untuk negeri kita yang memprihatinkan ini. Menurut saya, kelebihan negara ini adalah negara ini memiliki banyak sekali orang yang ingin mengubah Indonesia menjadi jauh lebih baik daripada sebelumnya. Memperbaiki yang masih buruk, dan meneruskan hal yang baik adalah sebagian besar cita-cita mereka. Mulai dari tukang becak hingga pejabat pemerintahan, pasti banyak yang berangan-angan ingin menjadi seorang presiden untuk negara ini di waktu yang akan datang.
Tidak ada yang salah bila tukang becak pun ingin menjadi seorang presiden di masa yang akan datang. Akan tetapi, menurut saya, sebaiknya kita berkacalah dahulu sebelum maju mencalonkan diri menjadi presiden. 'Apakah anda layak menjadi seorang presiden ?' , 'Apakah anda mampu menjadi presiden yang baik bagi negaranya ?' , dan yang paling penting 'Apakah anda MEMILIKI KEMAMPUAN MENJAGA STABILITAS NEGARA ini ?'. Apapun jawaban anda, hal itu sah-sah saja dan biarkan kita sebagai warga negara biasa yang menilai apakah orang tersebut layak dan mampu mengubah negara Indonesia ini menjadi lebih baik di periode pemerintahan kedepannya.
Saya bukan ingin menjadi seseorang yang sok tau dan mengomentari hal politik yang ada di Indonesia saat ini. Tapi jauh dari lubuk hati saya, saya ingin sekali menulis artikel yang bisa dibaca oleh semua masyarakat Indonesia tanpa memandang suku, ras, dan agama. Saya sungguh prihatin dengan keadaan negara ini, dimana ada pihak-pihak yang saling mengucilkan dan dikucilkan oleh sebagian besar kelompok masyarakat di Indonesia. Apalah arti sebuah kemerdekaan di masa lampau ketika pada masa sekarang kemerdekaan itu dirampas oleh sekelompok masyarakat ?
Melihat acara 'Black White' yang dibawakan seorang mentalis handal Indonesia kemarin membuat saya paham akan sebuah pelajaran baru bagi kehidupan saya. "Melihatlah seseorang jangan dari sisi Hitam atau Putihnya saja, tapi lihatlah dari kedua sisi orang itu". Menurut saya, tidak ada seseorang yang sempurna di dunia ini. Semuanya memiliki sisi positif dan negatifnya. Lebih baik, marilah kita menganalisa semuanya bukan dari sebuah sisi baik atau buruknya saja akan tetapi dari kedua sisinya.
Saya seorang keturunan Tionghoa yang lahir Indonesia dan besar di Indonesia dan tentunya saya warga negara Indonesia. Kenapa harus ada kata-kata CINA yang anda pakai dalam berkampanye ? Tidak kah anda tahu, bahwa kata-kata tersebut menyakiti berjuta perasaan seluruh warga negara keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia ? Di masa orde baru, atau tepatnya ketika saya kecil. Saya tinggal di sebuah perkampungan kecil dan kumuh di Surabaya. Disana, saya sering kali dihina dan dihujat oleh anak-anak kampung dengan kata-kata 'CINO SINGKEK'. Saya pun hanya diam saja dan tidak membalas perlakuan mereka pada saat itu. Saya dibilang oleh keluarga saya untuk selalu bersabar selama tidak ada kontak fisik. Dan pada waktu itu, sejujurnya saya memiliki rasa dendam karena perlakuan mereka. Hancurnya rezim orde baru, membuat kami semakin tertekan ketika banyak pihak-pihak yang mencari kami. Banyak dari kami yang dibunuh dan diperkosa ketika kerusuhan pada waktu itu. Apakah menurut anda itu bukan sebuah kesakitan bagi kami ?
Tapi taukah anda, pelan tapi pasti, banyak orang yang memperjuangkan Hak Asasi kami Warga Negara Keturunan di Indonesia. Salah satunya adalah Almarhum Mantan Presiden Indonesia, K.H. Abdul Rahman Wahid atau yang biasa disebut Gus Dur. Beliau memperjuangkan status kami, mengerti kesakitan kami di masa lampau, dan mau membantu kami. Beliau pelan-pelan, mengganti kata-kata CINA, dengan TIONGHOA yang jauh lebih enak didengar saat ini dibandingkan kata-kata CINA yang sebagian besar dari kami, memiliki memori buruk. Pelan tapi pasti, kami bangkit dari keterpurukan mental.
Sejujurnya, saya juga memiliki masa dimana saya pun melakukan tindakan rasis akibat kebencian yang ditimbulkan dimasa lalu. Dimana saya ketika saya bersekolah pada waktu SMA di SMA yang isinya mayoritas Tionghoa di kota saya Surabaya. Kami sering mengatakan seseorang pribumi. Becanda gurau dengan berkata-kata demikian. Akan tetapi, sebuah kejadian memutasi saya dari sekolah tersebut dan saya berpindah ke sekolah lain membuat saya memiliki banyak pelajaran berharga di dalam hidup saya sampai saat ini.
Dahulu, saya bersekolah dimana sekolah kami isinya mayoritas Tionghoa, dari TK hingga SMA kelas 2 saya bersekolah di sebuah sekolah favorit mayoritas Tionghoa. Akan tetapi saya harus berpindah ke sebuah sekolah pinggiran yang dimana kami, warga keturunan Tionghoa adalah minoritas. Disana, saya memiliki banyak pelajaran hidup yang membukakan mata saya.
Ketakutan saya adalah dimana saya takut akan terjadinya memori buruk masa kecil saya dimana saya selalu dipojokkan dengan kata-kata 'CINO'. Akan tetapi, sampai saya lulus SMA, tidak pernah ada 1 orang pun yang mengatakan saya demikian selama saya bersekolah disana. Sekolah saya pada waktu itu, mengajarkan sebuah keaneka ragaman suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Kami tidak saling menghina atau bermusuhan. Tapi kami semua menjadi satu sebagai warga negara Indonesia. Saya pun menjadi lebih jauh menghargai pribumi Indonesia. Kami pun berteman akrab hingga sekarang, walau kami tidak pernah bertemu karena kesibukan kuliah, kami masih sering ngobrol melalui social network seperti facebook, ataupun twitter. Kami menjaga persahabatan kami dengan baik sampai saat ini.
Menurut saya, orang-orang yang 'intelek' pasti akan dapat menghargai perbedaan yang ada di negara ini. Hargailah orang yang anda temui walau anda berbeda suku, ras, ataupun agama. Belum tentu mereka semua buruk seperti yang anda kira. Saya merasa, hanya sebagian kecil dari mereka yang melakukan tindakan rasisme di Indonesia dan tindakan tersebut hanya akan memecah belahkan negara kita Indonesia.
Saya tidak ingin menjadi orang yang sok tahu atau sok pintar. Saya pun juga pernah salah menilai sebagian kelompok masyakat di Indonesia di masa lalu. Permintaan maaf akan tindakan saya dahulu, serta tulisan dari saya ini, saya harap bisa mengubah pandangan kita akan dukungan dimana RASISME di Indonesia lebih baik dihapuskan.
Kemampuan seseorang yang paling mendasar, dapat dinilai dari tutur katanya serta sikapnya. Baru kemudian anda dapat melihat kemampuan lain dari orang tersebut. Ketika hal mendasar saja tidak dapat terlihat, bagaiama orang mau melihat kemampuan lain yang dimiliki seseorang tersebut ?
Dari Seorang Warga Negara Indonesia
Komentar
Posting Komentar